Tatacara Lelang


Tatacara Lelang

Tatacara pelelangan adalah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

  1. Setiap pelaksanaan lelang harus dilakukan oleh dan/atau dihadapan Pejabat Lelang kecuali ditentukan lain oleh undang-undang atau peraturan pemerintah.
  2. Untuk pelaksanaan lelang ditetapkan harga limit dan uang jaminan yang harus disetorkan oleh peserta lelang.
  3. Pengumuman lelang dilakukan melalui harian yang terbit di kota/kabupaten atau kota/kabupaten terdekat atau ibukotapropinsi atau ibukota negara dan beredar di wilayah kerja KPKNL atau wilayah Pejabat Lelang Kelas II  tempat barang akan dilelang.
  4. Untuk dapat turut serta dalam pelelangan, para peserta lelang diwajibkan menyetor uang jaminan yang jumlahnya dicantumkan pejabat lelang, uang mana akan diperhitungkan dengan harga pembelian jika peserta lelang yang bersangkutan ditunjuk sebagai pembeli.
  5. Penjualan lelang dilakukan dengan penawaran lisan dengan harga naik-naik.
  6. Penawar/pembeli dianggap bersungguh-sungguh telah mengetahui apa yang telah ditawar/dibeli olehnya. Apabila terdapat kekurangan atau kerusakan baik yang terlihat atau tidak terlihat atau terdapat cacat lainnya terhadap barang yang telah dibelinya itu maka ia tidak berhak untuk menolak menarik diri kembali setelah pembeliannya disahkan dan melepaskan semua hak untuk meminta ganti kerugian berupa apapun juga.
  7. Pembeli lelang adalah penawar tertinggi yang mencapai dan atau melampaui harga limit yang disahkan oleh Pejabat Lelang.
  8. Pembayaran dilaksanakan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah pelaksanaan lelang.
  9. Pembeli tidak diperkenankan untuk menguasai barang yang telah dibelinya itu sebelum uang pembelian dipenuhi/dilunasi seluruhnya, jadi harga pokok, bea lelang dan uang miskin. Kepada pembeli lelang diserahkan tanda terima.
  10. Dalam setiap pelaksanaan lelang dibuat Risalah Lelang.
  11. Barang terjual pada saat itu juga menjadi hak dan tanggungan pembeli dan apabila barang itu berupa tanah dan rumah, pembeli harus segera mengurus/membalik nama hak tersebut atas namanya.
  12. Apabila yang dilelang itu adalah tanah/tanah dan rumah yang sedang ditempati/dikuasai oleh tersita lelang dan tersita lelang tidak bersedia menyerahkan tanah/tanah dan rumah itu secara kosong maka terlelang beserta keluarganya akan dikeluarkan dengan paksa apabila perlu dengan bantuan yang berwajib dari tanah/tanah dan rumah tersebut.
  13. Termasuk orang-orang yang dikeluarkan dari tanah/tanah dan rumah adalah para penyewa, pembeli, orang yang mendapat hibah, yang memperoleh tanah/tanah dan rumah tersebut setelah tanah/tanah dan rumah tersebut disita dan sita telah didaftarkan sesuai dengan ketentuan undang-undang.
  14. Mereka yang menyewa, menerima sebagai jaminan, membeli atau memperoleh tanah/tanah dan rumah tersebut sebelum dilakukan penyitaan, baik sita jaminan atau sita eksekutorial tidak dapat dikeluarkan secara paksa dari tahan/tanah dan rumah. Pembeli lelang harus menempuh jalan damai dengan mereka atau mengajukan gugatan ke pengadilan dengan prosedur biasa.
  15. Hipotik atau hak tanggungan yang didaftarkan di kantor pertanahan setelah tanah disita maka tidak mempunyai kekuatan hukum.
  16. Suatu pelelangan yang telah dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku tidak dapat dibatalkan.
  17. Dalam hal terjadi kecurangan atau pelelangan dilaksanakan dengan ceroboh dan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, pelelangan tersebut dapat dibatalkan melalui suatu gugatan yang diajukan kepada pengadilan negeri.

3 responses to this post.

  1. banyak banget juga ya tatacaranya…

    makasih banyak infonya…

    salam dasyat…

    Balas

  2. Posted by Alim Markus on 29/11/2010 at 09:42

    kalo putusan lelang (risalah lelang) seperti pada point 10 diatas, jika ada pihak yg keberatan, apa bisa di gugat di PTUN untuk membatalkannya?
    trims a lot atas infonya… salam
    -ALIM-

    Balas

Tinggalkan Balasan ke Abdullah Tri Wahyudi Batalkan balasan